Jakarta – Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, angkat bicara terkait alasannya mengapa sering melontarkan kritik keras kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kritik itu terus disampaikannya sejak ia kalah di Pilpres 2024 lalu.
Mahfud mengatakan, kemarahannya pada Jokowi telah begitu dalam. Mahfud pun menyinggung pencalonan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, di Pilpres 2024 lalu merupakan permasalahan etik berat.
“Iya sudah [marah begitu dalam]. Karena ini sudah keterlaluan. Jadi begitu waktu, oke Gibran sudah diputus, dia oleh MK diputus boleh calon, gitu ya. Kemudian saya katakan karena ini putusan peradilan, kan, harus diikuti. Putusan peradilan itu meskipun salah, kan, harus diikuti, kan,” ujar Mahfud dalam podcast ‘Terus Terang Mahfud MD’.
“Tapi, itu jelas salah. Karena apa, kemudian MKMK memutuskan pencalonan Gibran itu pelanggaran etik yang berat. Bukan hanya pelanggaran etik, pelanggaran etik berat,” kata Mahfud.
Dalam Pilpres 2024 lalu, Mahfud MD ikut berkontestasi menjadi salah satu kandidat dengan menjadi cawapres Ganjar Pranowo. Akan tetapi, perolehan suaranya justru berada di urutan paling bawah.
Kendati begitu, kata dia, keterpilihan Gibran tak bisa diganggu gugat hanya karena putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Meski Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK, Mahfud menuturkan bahwa keputusan MK untuk tetap memenangkan paslon Prabowo-Gibran harus dipatuhi dan diikuti.
“Nah, sudah [keputusan MK] itu saya mulai mengingatkan jangan main-main dengan hukum. Kok sudah bicara biasa seperti dulunya, saya biasanya kompromi hampir jalan tengah, kan. Ini supaya dimaklumi ini terjadi gini, yuk negara jalan harus gini,” ujar Mahfud.
“Ini rupanya, Pak, secara politik, ya, Pak Mulyono itu semakin parah mainnya hehehe,” tambah nya.
Diketahui, Mulyono merupakan nama masa kecil Jokowi sebelum kemudian diganti menjadi Joko Widodo. Karena Mulyono sakit-sakitan, baru kemudian orang tuanya mengganti nama itu menjadi Joko Widodo.
Mahfud pun menduga tindakan cawe-cawe Jokowi tak hanya terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah diduga memuluskan langkah putra sulungnya, kemudian giliran putra bungsunya bernama Kaesang Pangarep yang diduga dibantu untuk bisa bertarung di Pilkada serentak 2024.
Langkah itu dilakukan lewat gugatan yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) terkait batas usia calon kepala daerah. Mahkamah Agung memutuskan bahwa batas usia untuk calon gubernur minimal 30 tahun saat dilantik sebagai pasangan calon. Sebelumnya, usia minimal 30 tahun berlaku saat penetapan pasangan calon.
“Iya diyakini secara politik [didesain Jokowi]. Iya, kan, gimana caranya seorang Hakim Agung memutus sesuatu yang menurut undang-undang hanya boleh dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Lalu menjadi confirm bahwa salah keputusan Mahkamah Agung ini ketika MK memutus,” tuturnya.
“Bahwa itu bukan urusan Anda, ini udah benar nih undang-undang. Kan, menjadi confirm bahwa itu ada permainan. Nah, siapa yang main, lalu itu analisis politik, kan. Enggak bisa nunjuk orang begitu. Tapi analisis politik itu memungkinkan, karena yang paling berkepentingan di situ memang keluarga Pak Jokowi,” lanjut dia.
Oleh karena itu, Mahfud mengaku bahwa tensi kritiknya pun makin keras kepada Jokowi.
“Nah, maka saya bilang, waduh ini sudah parah. Sehingga saya meningkatkan tensi saya. Saya ini harus lebih blak-blakan bahwa ini permainan. Permainan yang menjadi pergunjingan orang tapi pura-pura nggak dengar, kan,” terang Mahfud.
Lebih lanjut, mantan Ketua MK itu membantah bahwa kritik kerasnya untuk Jokowi karena dirinya kalah di Pilpres 2024 lalu. Ia mengaku bahwa kritiknya tidak ada kaitannya dengan kekalahan nya di Pilpres tersebut. Mahfud juga mengaku telah menerima keputusan MK yang menetapkan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Akan tetapi, lanjutnya, kritik itu dilontarkan nya semata-semata sebagai warga negara.
“Tetapi, sekarang sebagai warga negara, saya melihat, kok seperti ini, nih? Mainnya rusak benar, nih, orang-orang. Sehingga lalu saya semakin keras,” jelasnya.
Mahfud pun menyinggung hadis Nabi yang menerangkan tiga cara untuk menghadapi kemungkaran. Ia menyebut memilih cara kedua, yakni dengan lisan.
“Kalau kata Nabi itu, kalau kamu melihat kemungkaran, betulkan dia dengan kekuasaanmu. Kalau kamu sudah tidak punya kekuasaan, betulkan dia dengan lisanmu. Lalu, kalau kamu sudah tidak berani dengan lisan, maka berdoa lah kamu agar orang itu dicegah oleh Allah,” ucap Mahfud.
“Nah saya ini, ambil yang kedua, ini saya lisan. Lisan pakai nada netral tidak didengar. Keras saja sekalian. Iya, kan? Keras saja sekalian,” pungkasnya.
(F)