Saat Umar bin Khattab Hanya Terdiam Dan Sabar Menghadapi Istrinya Yang Sedang Marah

Salah satu sahabat nabi yang juga Khulafauurrasyidin Umar bin Khattab adalah salah satu manusia yang Allah anugerahi sikap tegas. Namun demikian, dibalik ketegasannya tersebut Umar bin Khattab juga mempunyai hati yang lembut.

Kisah rumah tangga Umar dapat menggambarkan betapa tinggi budi pekerti nya dalam menghormati dan memuliakan sang istri.

Suatu ketika, ada seorang lelaki datang dan mengadukan sikap istrinya kepada Umar bin Khattab R.A. Begitu sampai di depan rumah Umar, lelaki itu mendengar suara istri Umar sedang marah kepada Umar. Akan tetapi disaat istri Umar marah, lelaki itu tak sedikitpun mendengar Umar memarahi balik sang istri. Malah Umar bin Khattab memilih untuk diam saja.

Lelaki itu pun memutuskan untuk pulang. Namun saat beranjak pergi, Umar lebih dahulu melihat lelaki itu. kemudian Umar pun bertanya tentang keperluan lelaki itu dtang ke rumahnya.

Lelaki itu menjelaskan bahwa ia datang untuk mengadukan sikap istrinya kepada Umar, akan tetapi karena melihat sikap Umar barusan ketika menghadapi istri yang sedang marah, lelaki itu mengurungkan niat untuk menceritakan perihal istrinya kepada Umar.

Kemudian lelaki itu pun bertanya pada Umar. Mengapa Umar diam saja ketika sang istri memarahinya.

Umar menjelaskan, “Bagaimana aku bisa marah kepada istriku karena dialah yang mencuci bajuku, dialah yang memasak roti dan makananku, ia juga yang mengasuh anak-anakku, padahal semua itu bukanlah kewajibannya. Karena istriku, aku merasa tenteram (untuk tidak berbuat dosa). Maka, aku harus mampu menahan diri terhadap perangainya.”

Umar bin Khattab R.A kemudian tersenyum. Ia pun mengisahkan kepada lelaki itu prihal mengapa ia yang keras akan tetapi begitu sabar tatkala menghadapi sang istri.

“Wahai, saudaraku, aku tetap sabar menghadapi perbuatannya karena itu memang kewajibanku.”

Umar bin Khattab R.A kemudian menasihati lelaki itu untuk bersikap sabar kepada istrinya. Karena pada dasarnya istrinya lah yang membuat dia tenteram di sampingnya.

“Karena istriku, aku merasa tenteram (untuk tidak berbuat dosa). Maka, aku harus mampu menahan diri terhadap perangainya.”

“Wahai, Amirul Mukminin (Umar bin Khattab), istriku juga demikian,” kata lelaki itu.

Umar pun menjawab, “Maka, hendaknya engkau mampu menahan diri karena yakinlah hal tersebut hanya sebentar saja”.

Masyaallah. Padahal kita tahu bagaimana sosok Umar yang dikenal tegas bahkan berkarakter keras. Akan tetapi beliau bisa mengendalikan hawa nafsu dan amarahnya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan “Dari Abu Hurairah ra, bahwa seseorang berkata kepada nabi Saw: berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda: Jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda: Janganlah menjadi orang pemarah.” (HR. Bukhari).

Tidak hanya dari hadits tersebut, Rasulullah SAW sudah mengamalkan hal ini pada diri beliau sendiri.

Tentu kita tahu bagaimana beliau bersikap ketika diludahi, dilempar dengan kotoran unta atau setiap hari dihina oleh seorang wanita Yahudi yang buta.

Bukannya marah, Rasulullah SAW malah memaafkan dan menyuapi wanita buta itu dengan makanan yang setiap hari rasulullah bawa hingga akhir hayat beliau. Sehingga akhirnya si wanita buta itu beriman kepada Allah. Begitulah salah satu akhlak mulia yang ada pada diri Rasulullah yang harus kita teladani.

Sifat marah merupakan bara api yang dikobarkan oleh setan dalam hati manusia untuk merusak agama dan diri mereka sendiri. Karena dengan kemarahan, seseorang bisa menjadi gelap mata sehingga melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang berakibat buruk bagi dirinya.

Sebagai seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, hendaknya kita harus sabar dalam mengahdapi semua persoalan. karena yang harus kita ketahui, apabila kita mengedepankan emosi dan amarah dalam menyelesaikan sebuah masalah, maka akhirnya hanya akan menimbulkan kerugian pada diri kita sendiri.

(FH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *